1.1 Konsep Ekonomi Islam
1.1.1 Pengertian Sistem Ekonomi Islam
Sistem
ekonomi Islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan
perekonomian, baik yang berhubungan dengan produksi, konsumsi, distribusi,
maupun penukaran yang berlandaskan pada asas syariat Islam, yaitu Al-Quran dan
Sunnah Rasul[1].
Sistem ekonomi Islam berbeda dari sistem ekonomi lainnya karna berlandasan dari
Al-Quran dan Sunnah Rasul. Bagi ekonomi Islam prinsip “Ketuhanan” bukan
terletak pada aspek pelaku ekonominya, tetapi pada aspek aturan atau system
yang harus dipedomani oleh para pelaku ekonomi[2].
1.1.2 Prinsip Ekonomi Islam
Dalam
sistem ekonomi Islam[3],
kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu
masyarakat, bukan atas dasar penawaran dan permintaan, pertumbuhan ekonomi,
cadangan devisa, nilai mata uang ataupun indeks harga-harga di pasar non-rill.
Oleh karena itu, sistem
ekonomi Islam dilakukan dengan melaksanakan beberapa prinsip dasar di dalam
mencapai tujuan terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat.
1)
Pengaturan atas kepemilikan.
Kepemilikan dalam ekonomi
Islam dibagi tiga:
a) Kepemilikan
umum: meliputi semua sumber, baik yang
keras, cair maupun gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas; termasuk semua
yang tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat yang
menjadikan energi sebagai komponen utamanya. Dalam hal ini, negara hanya
mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk barang
maupun jasa.
b) Kepemilikan negara: meliputi semua kekayaan yang diambil negara
seperti pajak dengan segala bentuknya serta perdagangan, industri dan pertanian
yang diupayakan oleh negara, di luar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai
oleh negara sesuai dengan kepentingan negara.
c) Kepemilikan Individu: kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu
sesuai dengan hukum syariah.
2)
Penetapan sistem mata uang emas
dan perak.
Emas dan perak adalah mata
uang dalam sistem Islam. Mengeluarkan kertas substitusi harus ditopang dengan
emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar, saat ada permintaan.
Dengan begitu, uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh uang
negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap,
dan tidak berubah.
Ditinggalkannya mata uang emas
dan perak dan menggantikannya dengan mata uang kertas telah melemahkan
perekonomian negara. Dominasi mata uang dolar yang tidak ditopang secara
langsung oleh emas mengakibatkan struktur ekonomi menjadi sangat rentan terhadap
gejolak mata uang dolar. Goncangan sekecil apapun yang terjadi di Amerika akan
dengan cepat merambat ke seluruh dunia. Bukan hanya itu, gejolak politik pun
akan berdampak pada naik-turunnya nilai mata uang akibat uang dijadikan
komoditas (barang dagangan) di pasar uang yang penuh spekulasi
(untung-untungan).
3)
Penghapusan sistem perbankan ribawi.
Sistem ekonomi Islam melarang
riba, baik nasiah maupun fadhal; juga menetapkan
pinjaman untuk membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa tambahan (bunga)
dari uang pokoknya. Di Baitul Mal (kas negara Daulah Islamiyah), masyarakat
bisa memperoleh pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, termasuk para petani,
tanpa ada unsur riba sedikitpun di dalamnya.
4)
Pengharaman sistem perdagangan di pasar non-riil.
Yang termasuk ke dalam pasar
non-riil (virtual market) saat ini adalah pasar sekuritas (surat-surat
berharga); pasar berjangka (komoditas emas, CPO, tambang dan energi, dll) dan
pasar uang. Sistem ekonomi Islam melarang penjualan komoditi sebelum barang
menjadi milik dan dikuasai oleh penjualnya, haram hukumnya menjual barang yang
tidak menjadi milik seseorang. Haram memindahtangankan kertas berharga,
obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga
mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme, dengan klaim kebebasan
kepemilikan.
Inilah sistem ekonomi Islam
yang benar-benar akan menjamin kesejahteraan masyarakat dan bebas dari
guncangan krisis ekonomi.
Sistem ini terbukti telah
mampu menciptakan kesejahteraan umat manusia—Muslim dan non-Muslim—tanpa harus
selalu berhadapan dengan krisis ekonomi yang secara berkala menimpa,
sebagaimana dialami sistem ekonomi Kapitalisme.
Dengan melaksanakan semua syariah Allah dalam seluruh aspek kehidupan—termasuk dalam ekonomi—sebagai wujud ketakwaan kepada-Nya, Allah telah menurunkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi kepada kaum Muslim saat itu. Mahabenar Allah Yang berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ
فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari
langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itulah,
Kami menyiksa mereka akibat perbuatan mereka itu (QS al A’raf [7]: 96).
1.1.3 Tujuan Ekonomi Islam
Agar terlaksananya produksi barang dan jasa secara adil dan terciptanya
kemakmuran untuk menumbuhkan taraf kesejahteraan duniawi maupun ukhrowi atau akhirat secara serasi dan
seimbang[4].
1.2 Perbandingan sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainya
1.2.1 Ekonomi Kapitalisme
Dalam sistem ekonomi kapitalis[5],
faktor produksi dikuasai secara mutlak oleh individu-individu sedang kepemilikan
pemerintah terbatas. Akses terhadap pasar berlangsung secara bebas, artinya
siapa yang kuat di pasar dapat menguasai pasar. Konsumsi juga tidak ada aturan
atau batasan, dimana kepemilikan mutlak juga mendorong konsumsi yang tiada
batas. Karna keinginan konsumsi yang tidak ada batas seseorang yang
beraliran kapilatisme berpendapat bahwa apabila ia mengeluarkan hartanya di
jalan kebaikan maka ia akan jatuh miskin. Sebaliknya apabila harta itu ia
kumpulkan maka ia akan kaya. Filosofi
ekonomi sistem ekonomi
kapitalis, tercermin dalam dua ungkapan
yaitu laissez faire (kebebasan berbuat) dan invisible hand (tangan yang tak terlihat). Akibat dari filosofi
ini mereka menuntut kebebasan seluas-luasnya sehingga tidak ada yang membatasi
para pelaku ekonomi untuk berbuat sepuasnya demi kepentingan dari sendiri.
Pemahaman ini didasari oleh filosofi Adam Smith bahwa terselenggaranya
keseimbangan pasar dikarenakan manusia mementingkan diri sendiri. Smith
menulis, “Kita bisa makan
bukan karena kebaikan si tukang roti, tukang minuman, atau si tukang daging,
melainkan karena sifat mementingkan diri sendiri yang ada dalam diri mereka.
Kita bukan mengharap cinta mereka terhadap orang lain, melainkan cinta mereka
terhadap dirinya sendiri.”
1.2.2 Ekonomi Sosialis
Dalam sistem ekonomi sosialis
bertujuan untuk menghapus kakayaan besar, bersifat anti terhadap
pemilikan-pemilikan yang banyak, serta mencoba untuk membagikannya.
Perihal
|
Islam
|
Sosialisme
|
Norma/aturan
|
Wahyu Allah
|
Buatan manusia
|
Pembagian keuntungan
|
Mendapatkan keuntungan
yang halal dan sesuai dengan syariat agama
|
Mendapatkan keuntungan
dengan segala cara baik halal maupun tidak halal
|
Kerja
|
Kerja=ibadah
|
Kerja=upah
|
Tujuan distribusi
|
Semua orang memperoleh
haknya dengan adil dan sesuai
|
Tergantung penguasa
|
Kegiatan ekonomi dalam
kehidupan
|
Ekonomi adalah alat dalam
kehidupan
|
Ekonomi adalah tujuan
hidup
|
1.2.3 sistem Ekonomi Komunisme
Komunisme Menurut Marx :
Bahwasanya menurut Marx
ciri_ciri inti dari masyarakat komunis tersebut adalah:
- Penghapusan hak milik
pribadi atas alat-alat produksi
- Penghapusan adanya
kelas-kelas social
- Penghapusan pembagian kerja
Menurut Marx komunisme menitik
beratkan ada empat :
Pertama, Sekelumit kecil orang
kaya hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat
banyak jumlahnya hidup bergelimang papa sengsara. Kedua, cara untuk merombak
ketidakadilan ini dengan jalan melaksanakan sisitem sosialis yaitu system
dimana alat produksi dikuasai Negara dan bukannya oleh pribadi swasta. Ketiga,
pada umumnya salah satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem
sosialis ini adalah lewat revolusi kekerasan.Keempat, untuk menjaga
kelanggengan sisitem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis dalam
jangka waktu yang memadai[6].
1.3 Lembaga Ekonomi Islam
1.3.1 Bank
Syariah
Menurut Handbook of
Islamic Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan
dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan (Finansial Instrumen)
yang sesuai denga ketentuan dan norma syari'ah.
Bank Syari'ah[7]
mempunyai ciri yang berbeda dengan bank konvensional. ciri-ciri ini bersifat universal dan kualitatif, artinya Bank
Syari'ah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri tersebut.
a)
Beban biaya yang telah disepakati pada waktu
akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak
kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar;
b)
Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban
untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan;
c)
Didalam
kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan
keuntungan yang pasti yang ditetapkan
dimuka.;
d)
Pegarahan
dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap
sebagai titipan sedangkan bagi bank
dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek
yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada
penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti;
e)
Bank
Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang
sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan;
f)
Adanya
dewan syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut syari'ah;
g)
Bank
Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah
tersebut tercantum dalam fiqih Islam;
h)
Adanya
produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat social, dimana
nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan;
i)
Fungsi
lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan
bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap
sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
1.3.2 Asuransi Syariah
Pengertian
asuransi syariah berdasarkan Dewan Syarah Nasioanl (DSN) dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) adalah sebuah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
Asuransi syariah[8]
adalah sebuah sistem dimana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh
kontribusi/ premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah
yang dialami oleh sebagian peserta.
Proses hubungan peserta dan
perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk atau
‘saling menanggung resiko’. Apabila terjadi musibah, maka semua peserta
asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer
resiko ( transfer of risk atau
‘memindahkan resiko’ ) dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi
konvensional.
Peranan perusahaan asuransi
pada asuransi syariah terbatas hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola
dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta.
Jadi pada asuransi syariah,
perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola operasional saja, bukan sebagai
penanggung seperti pada asuransi konvensional.
1.4 Peran Umat Islam dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Umat Manusia
Islam, sebagai ajaran
universal, sesungguhnya ingin mendirikan suatu pasar yang manusiawi, di mana
orang yang besar mengasihi orang kecil, orang yang kuat membimbing yang lemah,
orang yang bodoh belajar dari yang pintar, dan orang-orang bebas menegur orang
yang nakal dan zalim sebagaimana nilai-nilai utama yang diberikan Allah kepada
umat manusia berdasarkan Al Qur’an
Surah al-Anbiyaa ayat 107. Berbeda
dengan pasar yang Islami, menurut Qardhawi (1994), pasar yang berada di bawah
naungan peradaban materialisme
mencerminkan sebuah miniatur hutan rimba, di mana orang yang kuat memangsa yang
lemah, orang yang besar menginjak-injak yang kecil. Orang yang bisa bertahan
dan menang hanyalah orang yang paling kuat dan kejam, bukan orang yang paling
baik dan ideal. Dengan demikian, sulit membayangkan bahwa kesejahteraan akan
dapat diperoleh dari sistem pasar dalam peradaban materialisme.
Ajaran ekonomi
yang dilandaskan nilai-nilai agama akan menjadikan tujuan kesejahteraan
kehidupan yang meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju kepada Tuhannya.
Menurut Yusuf Qardhawi (1994), sesungguhnya manusia jika kebutuhan hidup
pribadi dan keluarganya telah terpenuhi serta merta merasa aman terhadap diri
dan rezekinya, maka mereka akan hidup dengan penuh ketenangan, beribadah dengan
khusyu’ kepada Tuhannya yang telah memberi mereka makan, sehingga terbebas dari
kelaparan dan memberi keamanan kepada mereka dari rasa takut. Dibutuhkan sebuah
kesadaran, bahwa manusia diciptakan bukan untuk keperluan ekonomi,
tetapi sebaliknya masalah ekonomi yang diciptakan untuk kepentingan manusia[9].
[1]
Djaelan Husnan&Abdul Fadhlil, ISLAM INTEGRAL MEMBANGUN KEPRIBADIAN
ISLAMI(Jakarta:Perpustakaan Nasional, 2009), hlm. 155.
[2]
Ibid, hlm. 156.
[3] “Sistem Ekonomi Islam: Menjamin Kesejahteraan Umat Manusia”, http://azzaidan000.wordpress.com/sistem-ekonomi/ ,
29 Oktober 2011 pukul 18.37
[4]
Djaelan Husnan&Abdul Fadhlil, Op.Cit, hlm. 157
[5] Muh. Ihsan Hadi “Islam vs Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sosialis” http://almukmin-ngruki.com/index.php?option=com_content&view=article&id=246:islam-vs-sistem-ekonomi-kapitalis-dan-sosialis&catid=47:majalah&Itemid=67
, 29 Oktober 2011 pukul 19.39
[6]
Dr.
Jufrina Rizal, “Sosialisme Dan Komunisme Marx”
http://www.greasy.com/komparta/sosialisme_dan_komunisme.html
, 29 Oktober 2011 pukul 19.45
[7]
“PENGERTIAN BANK SYARI’AH”, http://www.tugaskuliah.info/2010/07/pengertian-bank-syariah.html
, 29 Oktober 2011 pukul 19.58
[8]
“PENGERTIAN ASURANSI ISLAM”, http://alwayslistening.info/asuransi-syariah/
, 29 Oktober 2011 pukul 20.18
[9] “Sistem
Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat”, http://mbegedut.blogspot.com/2010/11/sistem-ekonomi-islam-dan-kesejahteraan.html
, 29 Oktober 2011 pukul 20.45
No comments:
Post a Comment