Keberangkatan KEDUBES
Jumat
sore nanti aku akan pergi untuk mengikuti pelatihan SP 12(Sinergy Project
2012). SP 12 adalah nama lain dari PKMF di FIP, pelatihan kepemimpinan tingkat
fakultas. Seperti acara pelatihan pada umumnya, panitia membagi kelompok untuk
para peserta. Di SP 12 panitia membagi 10 kelompok. Tiap-tiap kelompok memiliki
namanya masing-masing, dengan filosofi yang terkandung didalamnya. Aku
tergabung dalam kelompok dua, yang mengangkat nama KEDUBES, sebagai nama
kelompok. KEDUBES adalah singkatan dari Kelompok Dua Bersatu. Adapun latar
belakang nama KEDUBES karena, kelompok dua terdiri dari mahasiswa yang saling
berbeda jurusan di FIP bahkan juga, ada yang berbeda fakultas, dan dikelompok
dualah, kita dipersatukan.
Sebelum
berangkat, seluruh peserta SP12 brefing terlebih dahulu oleh panitia sekitar
jam 13.30. Tugas individuku telah rampung ku kerjakan dalam 5 hari yang lalu,
dan tugas kelompok bagianku juga telah aku selesaikan berasama kak Soleha saat
mengikuti seminar hari kamis lalu.
Tetapi, sayangnya tugas nametag belum selesai dikerjakan oleh temanku. Aku
mewajarkanya, karena temanku yang merampung tugas itu harus mempersiapkan diri
untuk UAS lisannya. Akhirnya sesampainya di kampus aku menyelesaikan tugas
nametag, yang tinggal sedikit lagi bersama Dian, teman sekelompokku juga.
Kelompok kami terdiri dari 8 orang yang kemungkinan akan berangkat, yaitu Aku,
Ka Adit, Yudha(ketua), Ratu,Ifti, Dian,
Nurul, dan Ka Soleha. Namun, sayangnya
setelah mengambil bahan nametag yang masih harus diracik, Ka Soleha mengundurkan
diri, dan personil KEDUBES harus berkurang
menjadi 7 orang.
Karena
harus menyelesaikan nametag, Aku dan Dian izin brefing ke Ka Adit, sebagai pengganti
ketua kelompok yang sedang ujian, sampai nametag selesai dibuat. Sambil membuat
nametag tanganku juga tidak berhenti mengutak-atik HP untuk sms ke teman-teman
KEDUBES lainnya. Dian, bersama ku mengerjakan nametag. Ratu, Nurul, dan Yudha
harus ujian sampai malam nanti. Ka Adit sedang mengikuti brefing di FIP. Ka
Soleha, jelas sudah drop out, tinggal Ifti yang belum ku tahu kabarnya. Dan
tanpa terasa nametag pun akhirnya telah terselesaikan. Langsung saja aku dan
Dian bergegas menuju FIP. Ka Adit telah menunggu di FIP, dan brefing telah
selesai. Dalam perjalanan menuju FIP Ifti sms, dia harus pergi ke Pondok Kopi
sebentar. Kemungkinan jam 4 sore sudah kembali. Untungnya hal tersebut sesuai
dengan jam keberangkatan seluruh kelompok SP12 nanti.
Salah
satu perbedaan PKMF dan PKMJ adalah pada saat keberangkatan. Kalau saat PKMJ
seluruh peserta naik tronton dan ditemani oleh panitia. Tetapi kalau PKMF,
seluruh peserta harus berangkat sendiri perkelompok dengan naik angkot atau
biasa disebut ngteng untuk sampai di tempat Villa dan mengikuti acaranya. Pukul
16.00 Aku dan Ka Adit sudah siap di depan halte Labschool. Dian memilih pergi
bersama teman lainnya yang berasal dari FE, setelah berdiskusi panjang mengenai
keberangkatan bersama Aku dan Ka Adit. Ratu, Yudha dan Nurul sudah meminta izin
kepada panitia untuk menyusul. Dan Ifti masih dalam perjalanan menuju halte
Labschool yang sudah aku dan Ka Adit tunggu. Setelah menunggu sekitar belasan
menit akhirnya Ifti tiba juga, bersama syahidah di sampingnya. Syahidah telah
ditinggal oleh kelompoknya sejak jam 4 tadi, akhirnya dia pergi bersama kita,
kelompok 2, yang saat di sini berjumlah 3 orang. Dan tanpa basa-basi panjang
kami langsung berjalan menuju Sunan Giri untuk menunggu 117/P9A. Beruntungnya
kami, ketika melihat P9A muncul, saat kami baru lima langkah melewati
LabSchool. Aku, Ifti dan Syahidah langsung naik dari pintu depan, dan Ka Adit
naik dari pintu belakang. Alhamdulillah, akhirnya, kami berangkat juga
meninggalkan kampus. Dengan mengucap Basmallah, kami berangkat menuju Villa.
Malam Pertama SP12
Sekitar
jam setengah sembilan malam, kami sampai di Villa. Alhamdulillah perjalanan
kami menuju Villa lancar dan tidak mengalami hambatan yang serius. Setelah
turun dari P9A kami turun di Pasar Rebo, dan sholat di musollah yang terdekat
dari terminal. Selesai sholat kami naik Bus Kurnia Bakti sampai depan Pizza
Puncak. Dari sebrang Pizza, kami jalan menuju Villa.
Sesampainya
di Villa, kami melihat beberapa peserta lain, yang datang terlebih dahulu,
berbaris mendengar arahan dari Ka Dipta, sebagai Koor Acara SP 12. Selesai
membubarkan barisan yang dipimpinnya, Ka Dipta selanjutnya memberi arahan
kepada kami. Hanya sebentar wejengan yang disampaikan olehnya, kami langsung
menuju ke kamar kami masing-masing, dan berkumpul kembali pukul 9 tepat.
Untungnya
aku sudah meng-Qhosor Maggrib dan Isya saat tadi di mushola dekat terminal.
Jadi tinggal mempersiapkan untuk kumpul jam 9 nanti. Acara pertama pun akhirnya
tiba. Acara yang dimulai sekitar pukul 21.00 adalah pembekalan materi tentang
Advokasi. Acara ini dimoderatori oleh Ka Aga, Kadept HIMA MP 2012, dan dengan
pembicara Ka Arif, mantan Kadept Advokasi BEMUNJ 2011. Saat acara sedang
berlangsung, terdapat para peserta yang baru sampai di Villa dan langsung
bergabung bersama kami. Setelah materi selesai dan ditutup oleh panitia,
terdapat kesimpulan yang baru aku ketahui tentang Advokasi, yaitu Advokasi
adalah advokat/pengacara. Bisa digambarkan bahwa orang-orang yang mengemban
jabatan sebagai Advokat, harus mampu mengeluarkan vokalnya untuk berbicara
dengan lugas, tegas, dan harus mampu berjuang membela mahasiswa dalam
mendapatkan hak-haknya yang mungkin telah dimanipulasi oleh kebijakan birokrasi
di kampus.
Selesai
materi Advokasi, seluruh peserta kembali ke kamar masing-masing. Aku langsung
menyapa Ratu yang terlihat sedang membereskan peralatannya di ransel. Ironisnya,
Ratu membawa kabar buruk, yaitu Yudha(sebagai ketua kelompok) dan Nurul
mengundurkan diri dalam PKMF tahun ini. Aku hanya bisa menghela napas panjang,
dengan semakin berkurangnya personil KEDUBES, menjadi 5 peserta. Selesai
berbincang dengan Ratu aku kembali ke kamar dan tidur bersama teman kamarku.
Dan yang paling menyenangkan adalah di sampingku ada Syahidah, Sri dan Nur yang
tidur dalam 4 kasur yang berdekatan dalam satu kamar.
Cita-Cita Murid Kelas 2 SD Menjadi Ustajah
Pukul
03.00 dini hari seluruh peserta dibangunkan oleh panitia untuk bersiap-siap
Qiyamul Lail dan Sholat subuh berjamaah. Sekitar pukul 04.00 pagi kami semua
peserta SP12 Qiyamul Lail bersama yang diimami oleh salah satu peserta pria
SP12, dan dilanjutkan dengan Subuh berjamaah. Selesai Subuh, seluruh peserta
berkumpul di lapangan. Kami semua membentuk barisan dan menjalankan hukuman
kami karena keterlambatan kami untuk sampai di Villa pukul 19.00 tepat. Kami
harus lari memutari Villa sebanyak waktu tenggat yang kami lewati, perkelompok.
Berakhir di kelompok 10, kamipun baris kembali. Setelah pemanasan lari memutari
Villa, kami melanjutkannya dengan senam yang di pimpin oleh Ka Salman. Orang
yang tidak asing lagi bagiku. Dia adalah mantan TDK terganas pada saat MPA
ataupun LTC di MP dan juga kakak laki-laki terbaik saat MPA. Kak Salman sangat
terkenal dengan keprofesionalannya dalam bidang PSDM saat di Hima tahun lalu.
Menjadi instruktur senam mungkin adalah hal yang mudah baginya. Dan ternyata
benar seluruh peserta senam dengan semangat bersama-sama.
Setelah
selesai senam, kami kembali ke kamar, untuk persiapan mengajar di SD yang tidak
jauh dari Villa. Sebelum mengajar, panitia memberi logistik kepada peserta
serta setelahnya memberi waktu untuk brefing perkelompok mengajar. Seperti yang
telah ditentukan sebelumnya, kelompokku beraliansi dengan kelompok 8, dan baru
dibrefing ini kelompokku akhirnya bertemu dengan kelompok 8. Kami pun berunding
untuk menkonsolidasikan rencana pembelajaran yang kelompok kami punya
masing-masing.
Sekitar
lima belas menit berkonsolidasi dengan kelompok mengajar masing-masing, kamipun
berangkat menuju SD berurutan sesuai dengan
urutan kelas. Lapangan SD telah penuh terisi oleh anak-anak berpakaian merah
putih yang sedang menanti kami. Begitupula dengan guru-guru dan kepala sekolah,
mereka menyambut kami dengan ramah. Setelah upacara pembukaan, kami langsung
mulai mengajar. Hanya terdapat tiga kelas di SD ini. Jumlah 6 kelas, harus dibagi dua shift, tiga kelas di siang
hari dan tiga kelas lagi di pagi hari. Karena panitia telah memberitahu kepada
kepala sekolah sebelumnya. Kelas yang seharusnya datang siang, khusus untuk hari
ini mereka masuk shit pagi, untuk menjadi murid sementara oleh calon guru yang
berasal dari kampus pendidikan. Tiga kelas yang berada di dalam kelas saat ini
adalah kelas 1,2, dan 6. Kelas 3,4, dan 5 berada diluar kelas. Panitia SP 12
telah merancang sistem pengajaran yang akan kami lakukan sebelum kami turun
mengajar. Saat brefing, kami telah diberi intruksi bahwa dalam waktu 3jam yang
telah diberi oleh panitia, terdapat tiga kelas yang akan saling bergantian
memakai kelas. Satu setengah jam di kelas dan satu setengah jam di luar kelas.
Untungnya kelas yang aku ajarkan termasuk dalam tiga kelas yang menempati tiga
ruang kelas terlebih dahulu. Sehingga pengajaran yang nanti akan kelompokku
berikan, sesuai dengan rencana yang sudah kami susun sebelumnya.
Dengan
mengucap basmallah dalam hati, aku langkahkan kakiku ke kelas yang telah berisi
murid-murid polos kelas 2SD. Begitu banyak dan penuh, kelas 2SD di SD ini.
Bahkan jika dilihat dari kelas-kelas yang ada di luar sepertinya kelas ini yang
paling banyak muridnya. Kelompok 2 dan kelompok 8 yang beraliansi menjadi
kelompok mengajar kelas 2 SD telah baris bersaf menghadap ke seluruh murid di
depan kelas. Secara kompak, kami mengucap salam, dan dijawab dengan serentak
oleh para murid. Setelah memberi salam dan perkenalan, kami mulai pembelajaran
dengan pengenalan jargon, “Anak Cerdas” dan “Tepuk Semangat”, sebagai alat
untuk mengkondisikan murid-murid nanti ketika pembelajaran mulai ricuh dan bosan. Selanjutnya pembukaan pembelajaraan, kami
mulai dengan menyanyi bersama untuk awalan belajar, agar para murid menyukai
dengan pembelajaran yang akan kita berikan nanti. Mulai lagu Di sini senang,
disana senang sampai lagu pancasila murid-murid mulai asyik mengikuti setiap
koor yang kita berikan. Lagu Pancasila mengawali materi pertama dalam rencana
pembelajaran kami, yaitu materi kewarganegaraan. Dalam materi ini, kami
mengajak siswa-siswi SD kelas 2 untuk belajar dan memahami setiap sila yang
terdapat dalam landasan ideologi bangsa Indonesia. Selesai memahami dasar
negara, materi selanjutnya adalah bahasa Inggris dan matematika. Dalam materi
bahasa Inggris kami memperkenalkan abjad-abjad dalam bahasa inggris disertai
lagu ei-bi-ci-di yang membantu murid-murid mencerna pembelajaran serta membuat
pembelajaran lebih menyenangkan. Materi matematika berkisar tentang penambahan
dan pengurangan. Dalam memberikan materi pembelajaran –baik tentang pancasila ataupun tentang bahasa
Inggris dan matematika– kami juga memberikan kuis di sela-sela pembelajaran.
Walaupun banyak dari beberapa murid yang malu untuk maju di depan kelas, tetapi
kuis tetap berjalan menyenangkan.
Tanpa
terasa waktu pembelajaran di kelas sudah hampir selesai. Panita telah
memberitahu kami bahwa waktu tinggal 10 menit lagi. Selanjutnya kami harus
melakukan pembelajaran di luar kelas. Kami pun mulai mengintruksi murid-murid
untuk bersiap-siap merapihkan buku ke
dalam tas dan melanjutkan pembelajaran diluar. Dengan membawa tas para murid
berjalan keluar kelas dalam satu barisan didampingi oleh kakak-kakak, yang
tergabung dalam aliansi kelompok 2.
Melihat
banyak murid di kelas 2 yang kami ajarkan. Ka Amel, selaku panitia acara, mengusulkan
agar kami mengajar di luar sekolah, tepatnya di depan gerbang samping SD yang
diteduhi oleh sebuah pohon yang besar. Pembelajaran selanjutnya di luar kelas
adalah games. Games yang aku dapati dalam pengalaman mengajar pramuka SD setiap
jum’at pagi, disetujui oleh kelompok dan dijadikan daftar rancana pembelajaran.
Setelah para murid duduk berhadap-hadapan, dalam dua kubu, yaitu kubu perempuan
dan kubu laki-laki, games pun dimulai. Perwakilan setiap kubu maju ke depan
untuk adu suit. Kubu yang menang dalam adu suit akan mendapat giliran pertama
yang melempar pertanyaan dalam sebuah nyanyian “sedang apa… sedang apa.. sedang
apa… sekarang??”. Dan kubu yang kalah akan menjawab pertanyaan dengan nyanyian,
lalu melemparkan lagi ke kubu lawannya dalam pertanyaan yang berawal dari
jawaban yang telah dijawab sebelumnya. “Sedang makan, sedang makan, sedang
makan sekarang, sekarang makan apa? Makan apa sekarang?”, “Makan nasi, makan
nasi, makan nasi sekarang, sekarang nasi apa? Nasi apa sekarang?” begitulah ilustrasi
games yang berakhir pada kekalahan satu kubu yang tidak bisa menjawab
pertanyaan, dan dihukum dengan menyanyi sambil berjoged bersama dalam satu
kubu. Setelah antusias bermain games, sekitar 20 menit sebelum penutupan kami
memberi kertas origami untuk diisi dengan nama dan cita-cita para murid. Begitu
lucu melihat cita-cita yang dituliskan murid SD kelas 2. Seperti siswa pada
umumnya, cita-cita mereka ada yang ingin menjadi guru, dokter, presiden, pilot,
dll. Tetapi yang paling membuat kami terdiam sesaat dan menghentikan napas
sebentar adalah, cita-cita salah seorang siswi yang ingin menjadi ustajah.
Subhanallah, jarang sekali ada cita-cita seperti itu untuk anak sekitar
6-7tahunan. Akhirnya waktu 3jam telah selesai kami habiskan dengan pengalaman
yang mungkin akan selalu kami kenang. Diakhiri dengan foto bersama, para murid
pergi satu persatu keluar dari sekolah setelah bersalaman dengan kami.
Aksi Tolak Kenaikan BBM Mahasiswa Versus Aksi Ibu-ibu Rumah Tangga
Acara
selanjutnya yang aku nanti-nanti adalah manajemen aksi. Biasanya acara tersebut
akan berlangsung sore, seperti saat FGTAC. Ketika aku melihat waktu masih
menunjukan pukul satu lewat beberapa menit, ternyata acara yang aku
tunggu-tunggu harus menunggu beberapa jam lagi. Itupun kalau perkiraan ku
tepat, manajemen aksinya hari ini. Bisa saja besok paginya seperti acara
SAC(Social Advanture Camp), yang aku ikuti sebulan yang lalu.
Setelah
istirahat makan dan sholat, acara selanjutnya adalah pembekalan materi tentang
Urgensi Kaderisasi. Materi yang paling seru ini, membuat kami seluruh peserta
terhanyut dalam diskusi yang dilemparkan oleh pembicara yang berasal dari
jurusan yang sama olehku, MP. Pembekalan materi ini bukan hanya sekedar
interaksi satu arah ke pembicara, melainkan interaksi ke segala arah. Tanpa tersadar
para peserta sebenarnya telah
terinstruksi dengan luwes oleh pembicara, dan menurutku, pembicara
sepertinya sedang mengkader kami melalui metode diskusi tanya jawab yang
dilemparkan ke seluruh peserta sejak 10 menit awal materi sampai selesai.
Waktu
berlalu tanpa terasa. Panitia datang untuk melanjutkan acara berikutnya.
Dimulai dengan meneriaki` jargon SP 12 oleh para peserta. Panitia
memberitahukan acara selanjutnya. Ternyata benar perkiraanku acara selanjutnya
adalah manajemen aksi. Tetapi karena pembicaranya belum hadir, kami diberi
waktu oleh panitia untuk berdiskusi untuk membahas isu apa yang akan kami
gaungkan dalam simulasi aksi nanti. Perdebatan isu pun cukup menarik, dengan
dimoderatori oleh Komandan FGT, Gilang, seluruh peserta berpartisipasi
menyumbangkan idenya. Terdapat beberapa
isu yang terkumpul, yaitu UKT, PILKADA, Pendidikan, dan terakhir isu MPA 2012
yang berlangsung 1hari. Perdebatan berakhir di isu MPA. Walaupun telah
disanggah oleh beberapa peserta, isu MPA telah disepakati bersama untuk aksi
nanti. Akhirnya pembicarapun telah datang. Seseorang yang sudah tidak asing
lagi, mantan ketua BEM UNJ 2011, Ka Aditya Pradipta memasuki ruangan yang telah
berapi-api untuk segera memulai aksi yang isunya telah disepakati. Ketika Ka
Adit memberi materi, terdengar suara kembang api yang mendebarkan dada kami
untuk segera turun aksi. Akhirnya setelah mendengar retorika, dari seorang yang
pernah mewakili BEM Seluruh Indonesia di acara Eight Eleven Show untuk
menggugat kebijakan kenaikan biaya masuk mahasiswa baru 2011 lalu, kami
langsung bersiap-siap untuk turun aksi. Sebelum Ka Adit membiarkan kami menyeting aksi, Dia memberi sedikit wejengan.
Merubah isu yang akan diangkat oleh kami dengan isu yang lebih nasional. Dengan
kelihaiannya berbicara, Ka Adit berhasil menegosiasikan kami untuk merubah isu
MPA. Dengan persiapan yang terburu-buru dalam 5 menit kami langsung menuju
lapangan dengan mengangkat isu BBM. Aksi pertama, sangat buruk, karena
mahasiswa terlihat takut pada polisi, yang diperankan oleh pajabat BEM FIP.
Diakhiri dengan keos kami pergi meninggalkan lapangan, dan menyeting aksi kedua
dengan Ka Adit sebagai fasilitator. Akhirnya setelah evaluasi, dan menyeting
aksi kedua, kami kembali menuju lapangan dengan kekuatan yang baru. Sekitar
beberapa menit kami aksi, tiba-tiba muncul aksi tandingan yang membuat kami
tergelitik sebentar. Dikawal oleh Ka Amel sebagai kordinator lapangan, aksi
tolak BBM versi Ibu-ibu rumah tangga dengan memegang peralatan masak dan slayer
yang menutupi wajah, mulai mericuhkan aksi kami dengan bisingan suara yang
melemahkan suara kami. Polisipun bersiap-siap untuk bertindak terhadap aksi
ilegal ini. Sementara Orator dalam aksi kami tidak berhenti menyuarakan
orasinya, dan lagu aksi yang membuat kami tetap semangat. Aksipun berakhir dan ditutup dengan dua tuntutan yang
kami sampaikan. Ka Adit kembali menfasilitatori kami untuk mengevaluasi aksi
terkhir di bawah kegelapan yang mulai menyelimuti langit. Sedihnya aksi kali
ini tidak seseru aksi SAC kemarin, namun aku tetap merasa puas dan tetap merasa
bahwa aksi di SP 12 tetap menyenangkan. Apalagi ketika, geng ibu-ibu datang
mericuhkan aksi kami.
Performing Kelompok
Acara
yang ditunggu-tunggu untuk melantunkan yel-yel telah di depan mata. Setelah
sholat dan makan malam, seluruh peserta SP 12 berkumpul menanti acara
berikutnya, presentasi tugas kelompok. Presentasi yang dimulai dengan
performing yel-yel dan filosofi dari nama kelompok masing-masing, akhirnya
berlangsung. Kelompokku yang tadinya berjumlah 5orang, harus dengan rela hati
berkurang lagi menjadi 4 orang. Ka Adit izin pulang setelah sakit sejak materi
Advokasi di acara malam pertama. KEDUBES berubah menjadi 4 personil perempuan,
aku menyebutnya wonder woman, karena kita, para perempuan ini, masih tetap
bertahan dalam acara SP 12 dari jumlah sbelumnya , yang berjumlah 10 personil.
Panitia mengacak kelompok yang akan tampil, sesuai keinginanannya. Sehingga setelah dua kelompok tampil, kami,
wonder women, merayu panitia yang duduk didekat kami, agar kelompok yang tampil
selanjutnya adalah kelompok kami. Dan ternyata rayuan 4 gadis imut ini berhasil
disetujui oleh panitia. Kami pun maju ke depan dengan penuh percaya diri.
Dengan jatah waktu 15 menit untuk tampil setiap kelompoknya, kami membuka
presentasi kami dengan salam dan filosofi nama KEDUBES, lalu.. inilah saatnya
yel-yel… kelompok kami telah siap dengan yel-yel yang sudah kami buat jauh-jauh
hari. Seluruh peserta dan panitia tertawa terpingkal-pingkal di saat aku
melontarkan bagian dari narasi yel-yel kelompok kami. Berawal dari pembicaraan
konyol yang telah kami setting, “…..Lalalala kedubes namanya.. lalalala…”,
“etdah, lalala mulu, ganti napah” potongku,”Terus apa dong?” jawab teman-teman.
Dengan memutuskan urat malu sesaat, aku lantunkan gaya yang paling memalukan
dengan menarik badan ke kiri, dan membentuk telapak tanganku menjadi angka dua,
dan dengan luwes aku mengucap “Du….aaa”, “Kelompok istimewa…..” jawab
teman-teman secara serempak. Aku merasa seolah berubah menjadi Ayu Ting-ting ketika
mengeluarkan gaya itu.
Selesai
melantunkan yel-yel kami langsung mempresentasikan tugas kelompok kami. Seperti
dua kelompok sebelumnya presentasi berakhir tanpa pertanyaan. Tetapi yang
membuat aku sedikit tertawa adalah ketika kelompok kami bertanya “ada
pertanyaan?” beberapa dari peserta lain malah menjawab “yel-yel lagi dong”.
“Nggak!!” jawab kami dengan nada pelan, dan menutup presentasi kami dengan
salam. Kelompok selanjutnya pun tampil dan tak kalah hebohnya dari kelompok
kami. Ada kelompok 6 dengan sixasik nya, kelompok 3 yang selalu berkata “Kami
dari TADI, Kami dari TADI, Kami dari TADI”, TADI adalah singkatan “Tiga Di
Sini” . Begitu kreatifnya ternyata kolompok di SP 12.
Menjadi Ketua Kelompok
“Ngiung… Ngiung…. Kepada seluruh
peserta harap berkumpul di sumber suara, cepat… cepat 1..2…3……..”. Sekitar pukul 1 malam mungkin,
sirene berbunyi memanggil kami yang baru menyelesaikan Qiyamul Lail bersama.
Dengan sergap kami baris berbanjar menghadap seorang yang tidak jelas wajahnya,
berdiri di depan kami bersama Ka Dipta di sampingnya. Dengan suara lantang ia
bertanya pada kami, mengenai materi yang diberikan sejak pra PKMF sampai hari
kemarin. Hanya satu atau dua peserta yang menjawab pertanyaannya, dan jika
tidak ada yang menjawab lagi pertanyaannya kami harus turun bending. Selesai
bending beberapa detik sirene dan panggilan yang sama mengaung lagi dari arah
yang berbeda. Kami pun berjalan menuju suara dengan intruksi yang dikoor olehnya.
Seseorang dengan wajah yang lagi-lagi tidak jelas berdiri dengan melontarkan koor kepada kami
untuk berorasi mengenai Urgensi PKMF, awalnya tidak ada yang maju. Hinggga
hitungan berahir kami harus bending
lagi. Lalu dengan menawarkan perintah yang sama belum ada di antara kami yang
berani maju ke depan. Tanganku telah gemetar sejak tawaran awal ketika tidak
ada satupun yang maju. Otakku tak berhenti merangkai kata untuk maju ke depan,
karena tidak ingin dianggap pecundang yang lebih memilih bending dari pada maju
ke depan. Dengan menghela napas dalam-dalam dan hitungan yang dilontarkan
olehnya masih sampai di hitungan ke 2… Aku berusaha mengangkat tanganku dan
mengeluarkan suaraku yang belum terkeluarkan sejak awal membentuk barisan.
Tetapi sayang, detak jantungku yang berdebar sangat kencang berubah melemah
ketika seorang pria telah maju di depan. Aku rapatkan kembali jemari tanganku
yang terbuka lebar untuk maju ke depan. Selesai orasi yang diberikan oleh Ka
Habibi, dan Ka Arif selanjutnya. Lagi-lagi sirene dengan panggilan yang sama
memanggil untuk segera kami hampiri. Dengan kondisi yang sama, lagi-lagi
seseorang melemparkan perintah kepada kami. Kali ini perintahnya adalah
menyimpulkan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah kami lakukan tadi pagi,
mengajar di SD. Langsung beberapa saat setelahnya seorang perempuan mengajukan
diri menjawabnya. Seseorang yang aku kenal yang juga bagian dari KEDUBES. Dian
dari FE. Dalam hati aku merasa risau, kenapa dari tadi anak FE mulu. Ka Arif,
Dian, anak FIPnya masih belum keliatan. Selesai Dian berbicara di depan, dengan
suara lantang dan jelas dari belakang kami, tiba-tiba berteriak “Mana anak FIPnya???” “Perasaan ini PKMF FIP”.
Hatiku semakin gusar dan kesal. Baiklah aku tidak ingin jadi pecundang. Buang
urat malu keraskan suara. Kali ini aku harus maju. Hmm.. lagi-lagi aku tersusul
oleh seorang pria yang mengangkat tangannya lebih dulu. Dan setelah selesai
pria itu beretorika di depan, aku langsung mengangkat tanganku. Tatapi, stelah
aku berkata “Saya” dengan mengangkat tangan kananku. Tiba-tiba aliran otakku
berubah menjadi dingin, dan sedikit godaan hatiku menggusar, “kenapa harus aku
yang maju”. Aahh… langsung saja hati risauku tadi menepisnya. Ah, biarin aja,
yang penting perempuan harus ada yang maju gantikan retorika anak FE tadi.
Bismillahirahmanirahim… aku mulai berbicara. Dengan sedikit gugup dan
terbata-bata aku rangkai retorikaku, dan di akhiri dengan pekikan “Hidup
Mahasiswa” serta salam penutupnya. Jelas sekali yang aku ingat hanya salam
pembuka dan penutup. Aku tidak ingin mengingat
kata-kata yang aku ucapkan di tengah. Aku butuh banyak belajar untuk
berbicara di depan umum lagi.
Alhamdulillah
akhirnya setelah selesai beretorika tentang pengabdian masyarakat tadi, kami membentuk
barisan baru menjadi 5 barisan. Dua barisan pria, tiga barian wanita. Sialnya
barisan terbentuk setelah kami kembali ke kamar mengambil alat tulis, sehingga
membuatku berada di barisan terdepan. Karena semalam aku telah menyiapkan alat
tulis sehingga nanti aku akan mudah mencarinya, membuat aku paling cepat urutan
ke-3 untuk sampai dibarisan lebih dulu. Dan karena berada di barisan terdepan
serta rujukan suara yang berada dibelakang, aku akhirnya menjadi ketua
kelompok. Aku bukanlah seseorang yang ingin menjadi pemimpin. Aku lebih suka
mengkonsep dari belakang, dan mensuport pemimpin, ketimbang menjadi pemipin.
“Nur, kamu yakin?” tanya ku pada Nur yang ternyata menjadi bagian dari
kelompokku, “Iya Vera aku yakin kamu bisa” jawab Nur dengan tegas. Perkataan
dari Nur membuatku lebih tenang dari sebelumnya. Hatiku yang gusar karena takut
menjadi pemimpin perlahan hilang begitu saja. Setelah beberapa kelompok pergi
meninggalkan barisan dan mulai bertualang dengan kelompoknya. Kelompokku masih
menunggu giliran. Kelompokku adalah kelompok 5 yang terdiri dari beraneka ragam
kelompok SP 12 dan berjumlah 10 orang. Hanya aku dan Dian yang berasal dari
kelompok yang sama. Selebihnya tidak ada lagi kelompok yang sama.
Sambil
menunggu giliran, kita membuat strategi untuk membiarkan lilin agar tetap
menyala. Setelah beberapa menit membuat strategi, kami langsung berjalan
menuju pos pertama. Dengan formasi
3-3-3-(1) kami berjalan beriringan. Tiga orang di barisan depan, tiga orang di
tengah, dengan lilin yang dibawa oleh Sri, yang berbadan lebih kecil, berada di
tengahnya, tiga orang di belakang, dan aku berada di luar barisan memandu dan
mencari gelas aqua untuk jadi wadah lilin. Setelah berjalan cukup jauh, kira-kira
4/5 meter, kami melihat pos satu yang terlihat samar-samar, dari jalan panjang
yang lurus ini. Langkah kami diberhentikan dengan suara yang keras dan lantang
“Berhenti di situ!”, teriaknya. Hal ini kami manfaatkan untuk mendekor lilin
dengan aqua sebagai wadahnya. Tiba-tiba dalam beberapa menit setelah dekoran
selesai, suara lantang yang tadi, kembali berteriak memanggil kami. Jarak yang
jauh dan waktu yang tidak memungkinkan untuk dijangkau, memutuskanku untuk
mengkoor teman-teman agar berjalan tidak begitu kencang sehingga lilin tetap
terkondisi dengan baik. Kami harus menjaga api lilin ini, mengingat korek api
yang kami pegang hanya tinggal 2 batang lagi.
“Bending 10 kali” perintah senior yang tak
asing lagi bagi kami warga FIP. Beberapa pengurus BEM FIP berada di pos ini,
dan seluruhnya adalah laki-laki. Setelah menjalani hukuman kerena keterlambatan
kami sampai di pos 1, mereka bertanya pada kami siapa ketua kelompoknya. Dengan
melangkah ke depan aku menjawab “Saya kak”. “Sebutkan nama dan jurusan, dan
perkenalkan anggota kelompoknya”. Akupun mengenalkan diriku beserta teman-teman
kelompokku yang baru terbentuk sekitar setengah jam yang lalu. Setelah kembali
ke barisan, panitia melemparkan pertanyaan klasik yang pernah aku dapati saat
PKMJ. Bedanya kali ini aku adalah ketua kelompok yang harus menjawab pertanyaan
klasik itu. Dengan tegas aku jawab bahwa aku menjadi pemimpin karena
kesepakatan bersama. Mereka terdiam sesaat dan kembali mencecerku apakah aku
mengajukan diri atau terpaksa karena berada di depan. Aku menjawab dengan
penjelasan awal, bahwa aku bukan seseorang yang ingin menjadi pemimpin, namun
karena kepercayaan teman-teman kelompok, Insya Allah aku siap menjadi pemimpin.
Mereka tidak puas dengan jawabanku dan bertanya langsung kepada teman-temanku
apakah aku pantas menjadi seorang pemimpin. Dengan tegas pula, teman-temanku
menjawab kalimat persetujuan aku sebagai ketua kelompok mereka dengan penuh keyakinan. Aku
terharu dan terhanyut mendengar jawaban teman-temanku. Dan jawaban yang paling
ku ingat adalah pernyataan yang diungkapkan oleh Sri dan Nur, teman ku di FGT.
Mereka begitu tulus mengungkapkannya. Mungkin kalau tidak ada kakak kelas dan
teman-teman lainnya, aku sudah memeluk mereka sambil mengucap “benarkah?”. Aku
bahkan tidak sadar aku seperti apa. Tetapi mereka menggambarkan aku begitu
baik. Aku tidak boleh terhanyut begitu saja dengan pujian. Aku masih dalam
proses belajar. Bahkan yang membuat aku tidak mampu berkata sedikitpun adalah
ketika kakak senior kembali bertanya, apakah aku adalah orang yang disiplin?.
Sesaat muncul kembali ingatanku tentang PKMJ lalu. Aku adalah peserta putri
pertama yang mendapat hukuman karena terlambat berkali-kali. Kejadian memalukan
yang membuatku harus mencuci piring dengan 4 anak laki-laki yang terkenal
badung, membuat aku seakan terlabel buruk dan kurang disiplin. “Banding 5x”
teriak seniorku melihat aku diam tidak menjawab sepatah katapun. Akhirnya pos
satu terselesaikan dengan ujian bertubi-tubi yang mencecar kepemimpinanku. Kami
pergi meninggalkan pos satu dengan dihadiahi sebatang korek api, dan pesan yang
melekitkan hatiku. “pikirkan kembali siapa yang pantas menjadi ketua kelompok,
kalo kalian merasa dia tidak pantas, ganti aja dengan yang lain”. Sayangnya
hirauan kakak senior itu tidak membuat kami bercerai pikiran. Beberapa langkah
setelah meninggalkan pos satu aku meminta maaf kepada teman2ku yang masih belum
mampu menjadi pemimpin yang baik. Namun, belum sempat aku menyelesaikan
kata-kataku, beberapa teman langsung memotongnya. “Ah, udah gak usah dipikirin,
mereka mah cuma nguji kita doang tau” ucap salah satu temanku, dan yang lainpun
juga mengiyakannya, bahkan ada yang juga menambahkan semangat agar kami tetap
kompak!. Salut sekali aku berada di kelompok 5 ini. Mereka yang berada di sini
aku yakin, adalah orang-orang yang lebih baik kepemimpinannya dibandingkan
kepemimpinanku. Tetapi, mereka dengan ikhlas mau dipimpin oleh ku. Terima kasih
teman-teman kelompok 5.
Alhamdulillah
cahaya lilin berakhir di depan Villa kami. Setelah melewati beberapa pos
akhirnya petualangan kami berakhir juga. Di pos satu kami mendapat materi
tentang kepemimpinan, di pos dua kami mendapat materi tantang organisasi, dan
di pos tiga dengan membawa pesan sebuah lagu untuk kak Cahyadi dan Ka Nindi,
kami mendapat materi tentang kontribusi, serta yang tercatat di kertas sampai
sekarang ini adalah ketika di pos empat. Kami menuliskan komitmen kami terhadap
organisasi.
Kejutan Tak Terduga
Aku
berjalan dengan Nur keliling villa perempuan dan melihat tali rapia yang
tersusun menjadi sebuah outbond yang sudah pasti untuk acara selanjutnya.
“Hmm.. permainan yang kalasik, panitianya itu-itu lagi, pertanyaannya pasti
itu-itu lagi, materinya juga itu-itu lagi”, ucap Nur dengan gaya tangannya
sambil menkritik acara ini. “pesertanya itu-itu lagi juga” sahutku sambil
tertawa. Dan kami pun tertawa sejenak. “Mungkin karena sering mengikuti acara
yang ini, yang itu, jadinya kita seakan sudah bosan ya?” tanya Nur lagi kepada ku “iyah kayanya”
jawabku dengan pelan sambil berfikir. Memang benar, kenapa acara pelatihan
selalu seperti ini? Apa karena aku dan Nur kebanyakan ikut ini ikut itu kali
ya? Trus kalo kita nggak ikut, aku malah lebih kesal karena nggak dapat
pengalaman yang seru dan jarang seperti ini. Yah walaupun jarangnya mungkin
sebulan sekali lah. “Ver, kalo nanti kita jadi panitia nggak usah ada outbond
ah, ganti yang lain gitu” ucap Nur sambil melihat outbound yang berada di
lapangan.
Rasa
jenuh aku dan Nur, ternyata juga dirasakan oleh Syahidah, Sri dan Ifti. Kita
pun akhirnya berbincang, tentang bagaimana menyeting acara pelatihan agar lebih
seru dan tidak terlihat klasik. Berawal dari menyeting acara PKMF tiba-tiba
kami malah berubah haluan ke PKMJ. Dan pembicaraan tentang PKMJ malah semakin
seru kami perbincangkan, karena beberapa bulan lagi kami akan menjadi panitianya
kelak.
Saat
outbondpun tiba. Seluruh peserta telah mengganti kostumnya dengan kostum siap
kotor. Seakan melupakan perbincangan di teras villa, aku, Nur, Sri, Syahidah,
dan Ifti mengikuti outbond dengan semangat. Dan lagi-lagi politik ala anak FGT
ini berhasil. Kami berlima sekelompok lagi, seperti saat di SAC. Dan outbondpun
kami libas dengan hanya memenangi satu permainan. Mungkin ini dosa kami karena
telah menganggap bahwa outbond ini adalah permainan kalasik. Saat mengkritik
outbond ini, sayangnya kita lupa bahwa taktik kami untuk memenangkannya juga
taktik klasik yang akhirnya membuat kami terkalahakan oleh lawan.
Setelah
outbond selesai kami langsung berjejer menunggu antrean untuk mandi. Dengan
kamar mandi yang luasnya kira-kira cukup untuk menampung 1-3 orang mandi,
pasukan FGT yang berjumlah 5 orang yang tubuhnya kecil-kecil, memaksakan diri
untuk mandi bersama. Untungnya tidak terlalu sempit untuk berkali-kali
mengguyur di sana sini.
Bunyi
sirene memanggil kami kembali. Dengan menenteng almemater dan mengendong tas
gemblokku aku berjalan bersama teman-teman menuju sumber suara. Kamipun
berbaris berbanjar mendengar arahan dari Ka Dipta. “Seperti yang pernah
dikatakan sebelumnya, bahwa ada tiga reward yang akan panitia berikan, peserta
putri terbaik, peserta pria terbaik, dan kelompok terbaik” ucap Ka Dipta dengan
memegang sebuah kertas di tangannya. “Peserta putri terbaik..
Bismillahirahmanirahim.. Vera Latifah..”. aku diam sejenak mendengar kata-kata
kakak senior yang telah memberiku begitu banyak teladan yang baik. Masih tidak
percaya aku malah terbingung-bingung dan
bertanya kepada Nur, Syah, Sri dan Ifti “Ko aku, ko bisa…” mereka hanya berkata
“ayo Ver maju ke depan” atau “ciee”. Aliran darahku berubah menjadi dingin dan
kaku. Mungkin ini yang disebut nervous, aku hanya senyum kecil dan masih tidak
percaya. Dan tergugup menerima penghargaan yang telah dibuat susah payah
mungkin oleh panitia. Hanya ucapan terima kasih kepada Allah dan kakak kelas
yang telah percaya memilihku yang bisa
aku lantunkan dalam hatiku berkali-kali. Semoga aku bisa setara dengan
penghargaan yang besar ini. Aku masih ragu dan melihat penghargaan ini begitu
tinggi dan posisi diriku seakan berada dibawah beberapa meter darinya. Tetapi
dibalik keraguan yang aku rasakan, ada yang lebih penting yang harus aku tahu.
Bahwa aku harus menjaga kepercayaan ini, kepercayaan yang telah diberikan oleh
mereka –kakak-kakak yang telah memilihku– dengan semangat kosnsistenku dan
semangat untuk terus belajar.
Masih
dengan tergugup aku berfoto dengan peserta pria, Nur Rahman, terbaik dan
didampingi oleh Kak Nindi dan Kak Hadi. Selanjutnya adalah penghargaan untuk
kelompok terbaik. Dan ternyata kelompok six-asik yang mendapatkannya, kelompok
6.
Dengan
ditutup doa bersama acara SP 12 pun berakhir. Seluruh peserta menaiki angkot
yang telah disediakan panitia. Angkot yang telah berjejer di depan kami akan
mengantarkan sampai pasar Cisarua. Setelah samapai di Cisarua kami berpencar
dan pulang masing-masing dengan bus-bus yang tersedia di dekat pasar yang akan
mengantar kami selanjutnya untuk pulang, sampai di rumah.